KEKACAUAN

Saya ada di tengah hiruk-pikuk. Terpental, bergulingan, tersungkur dihantam hoax & kekeruhan pikiran sendiri. Terbelenggu ketidakjelasan & ketidakjernihan melihat sejumlah hal. Pontang-panting digebuk kenangan dan harapan.   Tapi tentu saya tak mau begitu saja mengalah. Saya tak mau menderita sendiri. Saya gigit sore hingga kroak, lalu mengikat dan melemparnya ke selokan . Sementara bulan yang terkekeh di atap rumah saya lempar kaleng cocacola hingga satu matanya bengkak.  Tadi pagi, satu sosok yang mengaku malaikat berdiri dan berkacak pinggang di halaman, dagunya ke atas, dengan senyum sinis, dan suara lantang memanggil nama saya. Saya sebagai bajingan tak kalah angkuhnya, membuka pintu dan menyiapkan sejumlah kata atau kalimat tak lengkap yang bisa membuatnya tersesat, atau minimal (diam-diam) membuat Malaikat yang tampak ceroboh itu, tak menduga, ada lubang besar di halaman, dan ia benar-benar terjebak. Ia marah dan terus berteriak. Lubang yang semula berwana coklat berganti merah. Dan saya, setelah melongok sebentar, kembali berdiri di depan pintu, tersenyum puas. Berkurang satu malaikat yang mencatat dosa-doa saya hari ini. Saya kembali ke ruang tamu, memeriksa istagram, facebook, youtube, twitter, dan lain-lain. Terbius bujuk rayu realitas yang tak riil ini, berjam-jam, berhari-hari, bertahun-tahun, hingga tak sadar malaikat itu berhasil keluar dari lubang dan sudah mengetuk pintu dengan keras, bahkan kali ini ia ditemani dua ekor anjing besar yang siap menerkam saya. Tentu saya tak gentar, hanya kali ini seperti kehilangan ide, jadi terpaksa membiarkan ke tiganya tetap di depan pintu.

Diterbitkan oleh alexandergebe

performer, penulis. Belajar teater sebagai performer dan menulis kreatif di Komunitas Berkat Yakin.

Tinggalkan komentar